Berkali-kali Pemerintah melalui dinas Kehutanan telah menggalangkan kegiatan penghijauan (reboisasi) pada lahan-lahan tandus di Papua bahkan untuk seluruh Indonesia, namun tidak terlalu banyak memberikan nilai yang signifikan. Berdasarkan evaluasi dan monitoring yang kami lakukan, ternyata sebagian besar dari penyebab kegegalan tersebut adalah kurang bahkan tidak adanya pengawasan dan pemeliharaan terhadap tumbuhan yang di tanam, dan itu tidak terlepas dari anggaran tersedia.
Dalam bidang kehutanan atau pun pertanian, Agroferestri merupakan tehnik yang sudah tidak asing lagi, bahkan bagi masyarakat tani di Papua sekalipun tidak mengerti pengertian dari agroferestry tersebut tetapi mereka secara turun-temurun telah melaksanakannya, sekalipun dalam konteks yang sangat sederhana. Agroferestry secara hurufia dapat kita katakan bahwa "pertanian-kehutanan" berarti secara logika dapat kita simpulkan sebagai tindakan penanaman (combain) perpaduan antara tanaman pertanian dan kehutanan pada suatu lahan tertentu.
---------------
Definisi
Agroforestry adalah teknik pertanaman yang memadukan tanaman kayu yang berumur panjang dengan tanaman pertanian (palawija), peternakan atau perikanan pada di dalam atau di luar kawasan hutan. ilmu agroforestry sendiri baru berkembang sejak tiga dekade yang lalu. Pola tanam agroforestry pada dasarnya dipraktekkan untuk satu tujuan yakni efisiensi penggunaan lahan, artinya dari sebidang lahan bisa dihasilkan berbagai produk yang bernilai ekonomi. Pola tanam agroforestry dipraktekkan secara luas dalam rangka rehabilitasi hutan dengan melibatkan petani di sekitar hutan.
Masalah sosial-ekonomi pada pembangunan hutan.
Hutan pada saat ini sudah miskin (baca: gundul), setelah terjadi banyak kasus gagal tanam. Kegagalan tanam adalah masalah kompleks yang sangat sulit ditelusuri akar masalahnya: bisa ekologis, sosio-ekonomis atau politis, bahkan mismanagement dan misinterpretation. Akibatnya jelas, tiap musim penghujan datang bencana banjir dan tanah longsor saat ini telah menjadi momok bagi masyarakat Papua, semenjak bencana di wasior Papua Barat. Daya dukung tanah juga semakin melemah, karena kualitas lahan yang semakin menurun yang disebabkan oleh pengikisan lapisan subur pada pemukaan tanah (erosi, sedimentasi dan run-off) pada tanah-tanah yang dikelola secara intensif.
Agroforestry pada dasarnya adalah pola pertanaman yang memanfaatkan sinar matahari dan tanah yang `berlapis-lapis` untuk meningkatkan produktivitas lahan. Ambil contoh berikut ini. Pada sebidang tanah, seorang petani menanam sengon (Paraserianthes falcataria) yang memiliki tajuk (canopy) yang tinggi dan luas. Di bawahnya, sang petani menanam tanaman kopi (Coffea spp) yang memang memerlukan naungan untuk berproduksi. Lapisan terbawah di dekat permukaan tanah dimanfaatkan untuk menanam empon-empon atau ganyong (Canna edulis) yang toleran/tahan terhadap naungan.
Bisa dimengerti bahwa dengan menggunakan pola tanam agroforestry ini, dari sebidang lahan bisa dihasilkan beberapa komoditas yang bernilai ekonomi. Akan tetapi sebenarnya pola tanam agroforestry sendiri tidak sekedar untuk meningkatkan produktivitas lahan, tetapi juga melindungi lahan dari kerusakan dan mencegah penurunan kesuburan tanah melalui mekanisme alami. Tanaman kayu yang berumur panjang diharapkan mampu memompa zat-zar hara (nutrient) di lapisan tanah yang dalam, kemudian ditransfer ke permukaan tanah melalui luruhnya biomasa.
Mekanisme ini juga mampu memelihara produktivitas tanaman yang berumur pendek, seperti palawija. Mekanisme alami ini menyerupai ekosistem hutan alam, yakni tanpa input dari luar, ekosistem mampu memelihara kelestarian produksi dalam jangka panjang.
Agroforestry sangat tepat dilaksanakan di Papua (khususnya di lahan-lahan tandus), dimana Pemerintah menyiapkan bibit dan pembekalan kepada petani yang akan mengelola lahan tandus,------ Sehingga dengan kerja sama antara Dinas terkait dan seluruh perangkatnya bersama masyarakat tani, MASALAH PENGHIJAUAN dapat teratasi.
sekali lagi disini dibutuhkan kerja sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar